Seorang warga Amerika Serikat pada tanggal 8 lalu menembaki anggota parlemen partai Demokrat di Kongres AS dan beberapa orang lainnya, sehingga menewaskan 6 orang dan melukai 14 orang lainnya.
Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Amerika menyebut pelaku insiden yang disebut dengan insiden Arizona ini sebagai seorang ekstrimis. Sementara Kepala Kepolisian di distrik Pima, Negara Bagian Arizona menyebutnya sebagai orang stres.
Sungguh penyebutan ini telah menarik perhatian banyak orang, dan mereka bertanya-tanya: “Seandainya pelaku insiden ini adalah seorang muslim, niscaya Amerika menuduh semua kaum Muslim di dunia ini dengan teroris. Bahkan media-media Amerika dan Barat semuanya akan membesar-besarkan insiden itu. Begitu juga dengan para pengamat di media akan menyerang Islam dan kaum Muslim, serta akan menunjukkan bahwa seorang Muslim yang melakukan insiden ini tidak lain kecuali karena latar belakang agama, dan karakter Islam yang menyerukan kaum Muslim untuk melakukan kejahatan seperti insiden ini.”
Akan tetapi, karena pelaku insiden ini adalah seorang Kristen Amerika berkulit putih, maka mereka cukup hanya menyebutnya dengan sebutan orang stres yang sedang menderita gangguan kejiwaan.
Sementara itu mengapa Menteri Luar Negeri Amerika menyebut pelaku insiden tersebut sebagai seorang ekstremis dari partai Republik yang menjadi oposisi? Karena ia mencoba untuk membunuh anggota parlemen partai Demokrat. Dan, ia tidak menyebutnya dengan sebutan teroris. Sebab sebutan teroris khusus untuk kaum Muslim saja. Seandainya insiden ini tidak menimpa partainya, tentu ia akan menyebutnya seperti yang dikatakan oleh Kepala Kepolisian di distrik Pima, Negara Bagian Arizona, bahwa pelakunya seorang yang stres (kantor berita HT, 15/1/2011).
sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2011/01/16/bukti-kemunafikan-as-dalam-menggunakan-sebutan-teroris/
No comments:
Post a Comment