Tuesday, November 30, 2010

Seni Dan Politik





Hitler


Apabila mendifinisikan politik banyak ahli-ahli ilmu mendifinisikan politik dengan belbagai takrifan, semakin banyak buku politik dibaca semakin banyak ditemui istilah-istilah yang berbeza. Namun apa yng menarik yang saya mahu kemukakan kali ini ialah politik adalah suatu seni. Dr Saidurahman Dekan 1, ketika mengajar tentang ilmu politik ia mendifinisikan politik secara mudah, iaitu politik adalah seni untuk mendapatkan sesuatu, untuk mempertahankan sesuatu dan untuk mempertanggungjawabkan sesuatu.

Kenapakah ia dikatakan seni? ia dikatakan seni kerana banyak kita melihat politikus yang tanpa pendidikan ilmu politik, tetapi mampu bergiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari naluri sanubarinya, sehingga dari karismatiknya dapat menjalankan roda politik praktis yang sangat mengagungkan dan luar biasa. Ia juga dapat dikatakan sebagai ilmu kerana memiliki objek, subjek, terminologi, ciri, teori, filosofis dan metodologi yang khas dan spesifik serta diterima secara universal, disamping dapat diajarkan dan dipelajari oleh ramai orang.

Secara peribadi bagi saya, Rasulullah Saw adalah orang yang paling seni dan mempunyai Ilmu yang mengagungkan dalam politik. Apabila dipandang dari sudut politik bagindalah orang yang paling seni dalam hal ini. Sejak dari kecil ia mempunyai sifat yang luar biasa, sebagi contoh ketika berdagang ke Syam ia memperoleh kepercayaan pelanggan, di Mekkah dapat menyelesainkan pertelingkahan perletakan batu Hajarul Aswad dan kehebatanya bertambah lagi apabila datangnya wahyu yang bersifat Ilmu. Dengan pimpinan wahyu Nabi mempunyai ilmu dan memahami sistem kehidupan termasuk politik. Jika kita melihat kepada perlembagaan pertama di dunia iaitu Piagam madinah yang dibuat oleh Rasulullah memang begitu hebat dengan terkandungnya dasar penyatuan penduduk madinah yang pelbagai suku, Hak Asasi Manusia dan banyak lagi dasar-dasar yang terkandung bersifat teratur dan mendatangkan kemaslahatan kepada masyarakat Madinah ketika itu. Oleh demikian zaman modern yang pertama yang perlu kita tahu ialah ketika hadirnya Rasulullah saw, bukan bermula dengan revolusi Perancis , Amerika, Rusia, Cina dan lain-lain.

Dengan kehebatan Rasulullah tersebut iaitu gabungan antara seni dan ilmu tidak ada satupun pemimpin-pemimpin yang boleh menandingi beliau. Ini terbukti di dalam sejarah manusia atau pemimpin –pemimpin dunia yang lain tidak ada tokoh yang dicatat tentang kehidupanya secara lengkap melainkan kehidupan Nabi-nabi khususnya Nabi Muhammad saw smaada kita dapatinya dalam Al-Quran, Sunnah atau kitab-kitab sejarah. Tokoh –tokoh barat ramai yang menulis tentang kehebatan Rasulullah, antaranya Michael H. Hart yang beragama kristien tetapi ia meletakkan Rasulullah sebagai individu nombor satu daripada 100 orang yang paling berpengarah sepanjang zaman sehingga bukunya mengejutkan dunia dan ramai orang barat yang tidak bersetuju dengannya. Namun begitu apa yang lebih tepat Nabi saw lebih lagi daripada apa yang dinyatakan Michael H. Hart, ini kerana ia adalah utusan Allah swt yang tidak boleh dikelaskan bersama dengan manusia biasa dalam satu pengkelasan.

Dalam dunia barat saya mengambil satu tokoh yang mempunyai seni dalam politik antaranya Adolf Hitler (1889-1945) yang mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam pemerintahanya. Walaupun kehidupanya sangat zalim namun pengaruhnya tidak dapat dinafikan dalm sejarah dunia. Hitler dilahirkan di Austria kemudian ke Jermen, pada awalnya ia tidak ada pengalaman politik, duit, hubungan politik, pernah gagal di dalam peperiksaan tetapi dapat menjadi pemimpin salah satu kekuatan besar dunia dalam masa kurang 14 tahun di negara Jerman kerana seni politiknya. Kekuatanya dengan gerakan Nazi sangat luar biasa. Aliran-aliran seperti Marx, Lenin, Stalin yang memainkan peranan yang besar di dalam kebangkitan komunisme dan juga aliran lain seperti sosialis, nasionalis, namun ia tidak memiliki kepimpinan yang signifikan sehebat Hitler. Walaupun begitu kesenian politik Hitler berakhir dengan Hitler membunuh diri pada 30 april 1945 di Berlin.

Kesimpulanya politik bukan sekadar teori dan ilmu tetapi ia juga memerlukan seni untuk membolehkan politik yang dibawa oleh politikus lebih memberi kesan dan pengaruh. Betapa ramai mereka yang belajar ilmu undang-undang, siyasah syariyyah tetapi tidak mempunyai seni didalam politik yang menyebabkan mereka ini lama-kelamaan akan ketinggalan. Ini kerana seni adalah salah satu unsur kekuatan bagi membolehkan seseorang itu bergelut dalam keadaan semasa, menjawab tuduhan-tuduhan semasa dan kecekapan di dalam menyelesaikan masalah semasa. Oleh demikian seni bagi saya boleh juga diterjemahkan dengan kekuatan, kekuatan mengurus, mengatur, menjawab isu-isu semasa, mempertahankan diri dan sebagainya.

Oleh : Ahmad Syahin

Medan 29. 11.2010

Saturday, November 27, 2010

Islam Mekar Di Jepun





Masyarakat Muslim di Jepang mungkin memiliki profil yang sederhana, tetapi mereka terus berkembang. Muslim Jepang terus berusaha mengatasi kesulitan yang mereka hadapi untuk beradaptasi dengan kehidupan di negara raksasa Asia.

"Saya percaya ketertarikan masyarakat akan Islam telah meningkat," kata Hirofumi Tanada, profesor ilmu manusia di Universitas Waseda Tokyo, kepada The Japan Times.

Islam mulai ada di Jepang pada tahun 1920 melalui imigrasi beberapa ratus Muslim Turki dari Rusia karena evolusi Rusia.

Pada tahun 1930, jumlah Muslim Jepang mencapai sekitar 1000 orang dengan asal-usul yang berbeda.

Gelombang imigran berikutnya pada tahun 1980 mulai menyertakan buruh dari Iran, Pakistan dan Bangladesh.

Sekarang, Jepang adalah rumah bagi masyarakat Muslim dengan jumlah sekitar 120.000 orang. Penduduk Jepang sendiri berjumlah hampir 127 juta orang, menjadikannya sebagai negara kesepuluh di dunia yang paling padat penduduknya.

Tanada mengatakan bahwa faktor-faktor seperti pertukaran pelajar dan pekerja membuat populasi Muslim di Jepang semakin meningkat dan terus meningkat.

"Ada banyak Muslim yang telah menikah dan menetap dengan keluarga mereka di Jepang,," kata profesor Tanada.

Ada juga peningkatan jumlah orang Jepang yang memeluk Islam yang saat ini diperkirakan mencapai 10.000 orang, tambahnya.

Banyak wanita Jepang memeluk Islam setelah menikah dengan pria Muslim.

Dan seiring dengan pertumbuhan jumlah umat Muslim yang pesat, sekarang ini banyak bermunculan pelayanan katering dan gerai makanan halal di Tokyo.

Ada sekitar 60 masjid, dan lebih dari 100 musalla atau area terbatas lainnya untuk melaksanakan salat, dan tersebar di seluruh Jepang.

Meskipun Muslim mengalami kesulitan mengikuti salat lima waktu di masjid-masjid, namun untuk salat Jumat, mereka selalu menyempatkan diri.

Tokyo Camii, juga dikenal sebagai Masjid Tokyo, salah satu masjid tertua di Jepang menampung lebih dari 400 sampai 500 Muslim setiap Jumat siang, sebagian besar dari mereka berasal dari Pakistan, Malaysia dan Indonesia.


Kesulitan Muslim Jepang

Tapi kehidupan di Jepang tidak selalu mudah bagi umat Islam.

Ihsan Bhai, seorang Muslim yang telah tinggal di negara ini selama 16 tahun terakhir, mampu beradaptasi dengan masyarakat Jepang, tetapi istri dan anak-anaknya merasa kesulitan untuk menjadi seorang Muslim di negara ini.

"Saya berharap anak-anak dan orang tua Jepang bisa menerima bahwa ada berbagai jenis orang di dunia ini," kata istri Ihsan Bhai.

Ada juga kendala dengan makanan halal yang tidak tersedia sepanjang waktu." Contohnya, jika Anda melihat dengan saksama di kemasan ‘sembei’ (kerupuk beras Jepang), di situ ada ekstrak sup ayam, yang mungkin tidak halal," katanya.

Tapi makanan halal dan perbedaan budaya bukan satu-satunya masalah yang mereka hadapi. Suaminya Bhai bertanggung jawab atas masjid Asakusa di wilayah Kanto.

Masjid ini salah satu dari delapan masjid lainnya yang ditetapkan oleh Islamic Circle of Jepang, sebuah organisasi yang didirikan oleh Bhai pada tahun 1997 setelah ia tiba ke negara itu.

Namun suasana di masjid ini berubah sejak peristiwa 9/11. Muslim Jepang, seperti Muslim di banyak negara-negara non-Muslim lainnya di dunia, telah dilabeli dengan sebutan sarang terorisme.

Kampanye Barat terhadap Islam yang menyebarkan kesalahpahaman tentang agama di Jepang juga memengaruhi dampak toleransi masyarakat Jepang kepada umat Muslim yang tinggal di antara mereka.

"Saya sendiri dan banyak umat Islam di Jepang mencintai negeri ini dan sudah menganggapnya sebagai rumah kami. Mengapa kami harus menghancurkan rumah kami sendiri?" tanya Bhai.

Melalui organisasinya, Bhai terus berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat Jepang bahwa umat Islam adalah orang-orang yang cinta damai.

Tetapi meskipun semua hambatan itu, banyak pihak seperti profesor Tanada, sangat optimis akan perkembangan Islam. Dia percaya prospek Muslim dalam masyarakat Jepang dan kesediaan mereka untuk menawarkan niat baik mereka kepada orang-orang di sekitar mereka. "Mereka (Muslim) ingin lebih banyak orang lagi untuk memahami agama mereka." Ujarnya. (sa/onislam)

Sumber : http://www.eramuslim.com/berita/gerakan-dakwah/islam-mekar-di-jepang.htm



JEPUN, ISLAM DAN BARAT
Prof. Madya Dr Mohd Asri Zainul Abidin

Ketika saya menulis artikel ini, saya sedang berada di Tokyo, Jepun. Alhamdulillah, sudah banyak juga negara saya lawati, namun saya belum pernah melawat Jepun. Kedatangan saya ke Jepun buat pertama kali ini adalah atas jemputan Japan Foundation di bawah program “Invitation Program for Young Muslim Intellectuals in Southest Asia”. Ada lagi beberapa orang wakil negara-negara lain. Setiap negara seorang, kecuali Indonesia, mereka ada empat orang wakil. Kami –insyaAllah-akan berada di Jepun ini selama 10 hari.

Pada hari pertama sampai, kami dihidangkan dengan syarahan dan diskusi bersama Professor Kosugi Yasushi, pengarah Center for Islamic Area Studies. Syarahan beliau bertajuk: “Islam, the Muslim World and Japan”. Mendengar cara beliau menghuraikan Islam dan beberapa istilah Arab yang disebut secara fasih, saya merasakan macam beliau seorang muslim. Selepas ceramah saya dimaklumkan memang beliau seorang muslim. Namun, ini tidak melunturkan ‘japaneseness’ beliau. Apatah lagi, nilai-nilai mulia masyarakat Jepun itu begitu hampir dengan Islam.


Dr MAZA bersama Prof Kosugi Yasushi di Tokyo.


Nilai ‘Kejepunan’

Apabila menyebut Jepun, berbagai gambaran yang terbayang dalam pemikiran orang di Malaysia. Orang tua-tua kita mungkin membayangkan Jepun seperti gambaran zaman perang dahulu. Anak-anak kecil mungkin membayangkan ‘ultraman’ atau beberapa watak kartun yang lain. Bagi pekerja kilang swasta Jepun, tentulah Jepun negara ‘bos’ mereka. Apapun, secara umumnya kita semua tahu bahawa bangsa Jepun atau japanese adalah suatu bangsa yang berdisiplin dan mempunyai banyak nilai yang terpuji.

Kita seketika pernah melaungkan slogan “Dasar pandang ke Timur”, bagi menjadikan negara maju Timur ini sebagai penanda aras, ataupun sekurangnya contoh teladan dalam membina kemajuan. Saya tidak tahu di mana berakhirnya slogan tersebut?! Begitulah, banyak slogan kita yang akan berakhir dengan berakhirnya perdana menteri atau menteri yang terlibat. Sebahagian slogan itu kita belanja wang dengan begitu banyak seperti ‘Islam Hadari’ yang akhirnya tidak ke mana. Banyak dalam kes ‘Islam Hadari’, ia memberikan kesan yang ‘tidak positif’.


Pandang Ke Timur

Namun, bagi saya ‘Dasar Pandang ke Timur’ suatu slogan yang baik. Disebabkan Dunia Islam kini gagal untuk menjadi contoh yang baik dalam membina kemodenan hidup yang diburu oleh manusia, Barat telah mengambil tempat mengepalai ‘tamadun dengan acuan mereka’. Akhirnya, Barat diikuti atau dipuja oleh pelbagai pihak dalam dunia ini.

Setelah kejatuhan tamadun Umat Islam, Barat dilihat sebagai kiblat baru dunia dalam membina kemajuan dan gaya hidup. Sehingga seringkali ‘modernization’ itu dikaitkan dengan ‘westernization’. Seakan, jika seorang itu hendak maju, dia mesti meniru Barat dan bergaya Barat. Atau, jika seseorang itu meniru atau bergaya Barat maka dia dianggap maju atau moden. Jika tidak, maka syarat ‘kemodenan’ itu tidak cukup. Ini adalah gambaran yang melekat dalam pemikiran ramai manusia di kurun ini mengenai ‘modernization’.

Maka persoalan seperti yang ditulis oleh Deepak Lal; “Does Modernization require Westernization?” patut dikaji dan diteliti oleh banyak pihak. Barat dalam mengekspot ‘westernization’ mereka mempunyai pelbagai agenda termasuk penguasaan politik dan ekonomi. Selagi mana dunia percaya bahawa ‘westernization’ itu syarat kepada ‘modernization’, maka selagi itu kita tidak dapat melepaskan diri dari cengkaman ‘hagemony’ Barat.

Jepun, telah membina kemajuan atau telah menjadi begitu moden tanpa perlu berpaksikan Barat. Di sudut ini, Jepun patut dicontohi. Jepun cuba mengekalkan ‘kejepunan’ (japaneseness) mereka dalam proses membina kemajuan. Nilai-nilai masyarakat Jepun yang baik cuba dikekalkan. Banyak nilai-nilai mulia dan tinggi dalam masyarakat Jepun. ‘Japanese values’ ini sebahagian besarnya seiras dengan tuntutan Islam.

Masyarakat Jepun terkenal dengan nilai-nilai mulia seperti bersih, menepati waktu, santun, kuat bekerja dan hubungan kekeluargaan. Sebenarnya, nilai-nilai mulia ini adalah nilai yang pegang oleh masyarakat Jepun sebagai adat dan budaya. Ia bukan kerana asas agama. Masyarakat Jepun mempunyai pelbagai agama. Bahkan agama tidak mempunyai peranan besar dalam kehidupan mereka. Dalam sebahagian kajian menunjukkan kebanyakan masyarakat Jepun tidak berpegang kepada apa-apa agama. Nilai-nilai agama juga tidak ditonjolkan di khalayak awam. Sementara nilai-nilai mulia bangsa itu dipatuhi dan diwarisi dari jenerasi ke jenerasi.


Bukan sahaja dalam bangunan dilarang merokok, di jalan juga dilarang.

Jika budaya dan adat yang tidak menjanjikan syurga dan neraka, tidak berpaksikan konsep ketuhanan atau tauhid mampu membentuk kualiti masyarakat Jepun, malulah kita umat Islam, jika agama yang kita anuti gagal berperanan dalam membangunkan kualiti masyarakat kita. Sepatutnya Islam yang bersumberkan wahyu, arahan dari Allah patut memberi lebih impak dalam masyarakat kita melebihi masyarakat Jepun.


Islam Di Jepun

Islam di Jepun masih baru. Menurut Prof Kosugi Yasushi, muslim pertama di Jepun pada tahun 1891. Orang Jepun pertama pergi haji pada tahun 1909. Masjid pertama di Jepun ialah di Kobe, pada tahun 1934. Sementara Masjid Tokyo pada tahun 1938. Ertinya, Islam masih baru di Jepun. Hanya sekitar 100 tahun. Ada beberapa krisis Dunia yang menyebabkan timbul minat masyarakat Jepun ingin mengenali Islam, antaranya krisis minyak pada tahun 1973, Revolusi Iran 1979 dan 11 September 2001.

Maka, salah faham dan Islamophobia atau prajudis terhadap Islam dan muslim tidak begitu kelihatan di Jepun. Hanya media Barat yang cuba memberikan gambaran yang salah kepada mereka. Pada era 70an, orang Jepun hanya mengenali muslim sebagai orang yang tidak minum arak, tidak makan babi dan boleh berkahwin lebih daripada seorang isteri. Mereka juga memanggil Islam sebagai Kaikyo agama orang Uygur iaitu suku bangsa di China yang kebanyakan mereka muslim.

Selepas 11 September dan provokasi Barat mengenai “Islamic Terrorism”, mereka bertambah minat hendak mengetahui Islam itu sendiri. Menurut Kosugi, Islamophobia tidak kelihatan di Jepun. Namun mereka masih tertanya-tanya. Hari ini dianggarkan 10,000 rakyat Jepun yang menganut Islam. Perkahwinan dengan muslim salah satu faktor kemasukan rakyat Jepun ke dalam Islam.

Apapun, yang penting wajah Islam belum tercemar di Jepun. Nilai-nilai Jepun yang baik patut diakui oleh kita sebagai masyarakat muslim. Di sudut nilai-nilai ini mereka lebih dekat untuk dijadikan sahabat dibandingkan Barat.

Japan Foundation cuba mempromosikan negaranya sebagai perantara untuk bukan sahaja ‘dialogue of civilizations’ tetapi ‘trialogue’ yang akan membabitkan lebih dari dua peradaban. Dengan nilai-nilai mulia yang dimiliki dan juga sikapnya yang lebih adil terhadap orang Islam dibandingkan Barat, Jepun lebih berpotensi untuk menjadi perantara dialog atau trialog peradaban yang baik. Peradaban Jepun, Peradaban Islam, Peradaban Barat dan selainnya patut memiliki ruang yang lebih adil untuk duduk berbincang. Cara yang Barat lakukan hari ini telah menimbulkan salah faham terhadap hakikat Islam; bagaimana mungkin mereka ingin menjadi hakim atau penilai yang adil terhadap muslim?

Jika Jepun berusaha lebih dan dasar pandang ke Timur dilihat semula oleh Dunia Islam, mungkin kita adalah memiliki pengacara baru yang lebih saksama dalam menghubungkan antara tamadun-tamadun.. Mungkin Jepun boleh mengendalikan proses ‘the harmonization of civilizations’ bagi mengganti teori Huntington iaitu “the clash of civilizations”. Huntington telah mengujudkan permusuhan dan kemusnahan tamadun dan peradaban. Sepatutnya, tamadun dan peradaban mengambil manfaat dan saling memahami antara satu sama lain bukan berperang. Mungkinkah Jepun boleh menjadi harapan baru?

Sumber : http://drmaza.com/home/?p=1284


Makanisma Mengambil Keputusan 2

Kedua : Meminta Pertimbagan Dari kalangan Profesional

1. Nabi saw menerima usulan Salman al-Farsi untuk membuat benteng pertahanan dalam perang Ahzab menghadapi tentera Quraisy dan sekutu-sekutunya dengan menggali parit –parit di sekitar Madinah. Strategi ini ternyata berhasil menghadang tentera sekutu memasuki Madinah. Akhirnya mereka membubarkan tanpa membawa hasil apa pun.[1]

2. Perang Badar tahun ke 2 H/624M. Perang ini merupakan perang senjata pertama antara kaum muslimin dan kaum musyrik. Nabi dalam menghadapi perang ini belum menentukan sikap keculi setelah mengadakan musyawarah dengan lebih dahulu untuk mendapat persetujuan kaum Muhajirin dan Ansar. Untuk itu beliau membicarakan kondisi mereka, seperti belanja perang yang mereka ada , dan jumlah mereka yang sedikit . Beliau juga meminta sikap kaum Ansar sebagai golongan terbesar kaum muslimin dalam menghadapi perang tersebut . Mereka mengatakan siap mengorbankan segala-galanya demi perjuangan Rasul .

Setelah mereka sepakat menghadapi kaum Quraish Nabi dan pengikutnya berangkat menuju suatu tempat , Badar, terletak antara Mekkah dan Madinah. Ketika menjelang pertempuran, Nabi memutuskan untuk menempatkan posisi pasukanya di suatu tempat dekat satu mata air di Badar. Mengetahui hal ini Hubab al-Mundzir, seorang Ansar, datang mendekati Nabi dan berkata ; “ ya Rasulullah , apakah penentuan posisi ini atas petunjuk Allah yang kerananya kita tidak boleh ke depan dan berundur dari tempat itu, atau keputusan itu semata-mata pendapat Rasul” ? Rasulullah menjawab bahawa keputusan itu bukan atas petunjuk Allah melainkan pendapatnya sendiri. Hubab berkata :” kalau begitu , tempat ini sungguh tidak tepat ya Rasulullah. sebaiknya kita ke maju lebih ke mata air daripada musuh , lalu kita bawa banyak tempat air untuk kita isi dari mata air itu kemudian kita menimbunya dengan pasir sehingga kita dapat minum , sedangkan musuh tidak.’ Rasulullah menjawab ; “ Saya setuju dengan pendapat ini .” kemudia beliau bersama pasukanya bergerak menuju lokasi yang dimaksudkan oleh Hubab.[2]



[1] Fiqh Siyasah 39

[2] Fiqh siyasah ajaran sejarah dan pemikiran91,

Rjuk jga Islam dan tata negara ms 17. Rjk jg Al-Thabari, ibd, hlm. 47

Presiden Indonesia 1945 - 2010

Soekarno
Soekarno
1945–1967


Soeharto
Soeharto
1967–1998


Habibie
B. J. Habibie
1998–1999


Gus Dur
Abdurrahman Wahid
1999–2001


Megawati Sukarnoputri
Megawati Soekarnoputri
2001–2004


SBY
Susilo Bambang Yudhoyono
Sejak 2004 - sekarang


berkaitan :
http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/home/