Saturday, January 22, 2011

PERINSIP PERANG DI DALAM AL-QURAN





PERINSIP PERANG DI DALAM AL-QURAN

Oleh : Ahmad Syahin Bin Mohd Amin

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah swt karena dengan limpah kurnia-Nya, dapat lagi menulis sebuah makalah mengenai perang dalam Islam. Makalah ini secara tidak langsung merupakan tugasan saya untuk memenuhi syarat mata kuliah sosiologi politik di Jurusan Jinayah Siyasah. Makalah yang saya hasilkan ini adalah berjudul “Perinsip perang di dalam Al-Quran”. Kajian yang dilakukan ini pada awalnya membincangkan beberapa difinisi, kemudian membahaskan perinsip-perinsip perang dan perbandingannya dengan situasi kontemporer. Didalam perbahasan kali ini secara langsung saya membahaskan mengenai perinsip perang di dalam Al –Quran, kemudian secara tidak langsung merangkumi hadith-hadith untuk menerangkan kondisi jihad yang berlaku pada zaman Nabi. kajian ini juga mengambil pendapat-pendapat dan interpertasi yang diterangkan oleh para ulama’ untuk dijadikan rujukan dan perbandingan. Dengan demikian pemakalah akan membandingkan perang menurut Al-Quran dan perspektif perang yang berlaku pada tamadun dunia.

Didalam mendifinisikan perang, Syeikh Prof Dr Yusuf Qaradhawi telah membezakan beberapa istilah, iaitu jihad, peperangan(Al-Qital), perang(Al-Harb), kekerasan(Al-‘Unf) dan terorisma(Al-Irhab). Al-qital adalah isim masdar dari qatal-yuqatilu-qitalan-muqatalatan. Dari segi makna dia tidak sama dengan jihad. Sebab, asal dari perkataan qital tidak sama dengan kata jahada. Al-qital diambil dari kata al-qatl, sedangkan jahada diambil dari kata al-juhd.[1] Kata al-qital dengan berbagai derivasinya disebut di dalam Al-Quran sebanyak 67 kali, manakala kata jihad disebutkan didalam Al-Quran dengan berbagai bentuknya sebanyak 34 kali. Kata jihad lebih berbentuk umum daripada kata qital, ini karena kata jihad kemudian banyak digunakan dalam erti peperangan (al-qital) untuk menolong agama dan membela kehormatan umat.

Peperangan adalah bahagian terakhir dari jihad, yaitu berperang dengan menggunakan senjata untuk menghadapi musuh. Makna inilah yang banyak difahami oleh orang –orang. Akan tetapi baik dari segi derivasi maupun makna, peperangan(al-qital) berbeda dengan jihad(al-jihad). Peperangan tidak disebut sesuai dengan syariat kecuali dilakukan di jalan Allah fi sabilillah. Peperangan ini adalah peperangan yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman sebagaimana yang diungkapkan di dalam Al-Quran, Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang kafir yang berperang di jalan toghut (QS Al-Nisa’4: 76). Oleh demikian Ibnu Qayyim telah membahagikan jihad kepada 13 tingkatan.

Dalam tamaddun dunia boleh dikatakan perang belaku kepada semua tamaddun, bahkan menurut Dr Harun Yahya bahawa bagsa-bangsa terdahulu juga tidak sunyi dari peperangan, mereka hebat dari segi ketenteraan dan berupaya menakluki negeri –negeri yang lain. Ini jelas apabila dilihat kepada firman Allah yang berarti :

Dan berapa banyakkah umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan). (QS Qaf 36).

Islam adalah agama yang membawa pendamain dan rahmat. Karena itu, Al-Quran mengajarkan bahwa umatnya harus mengutamakan pendamain dalam berhubung dengan umat lain (QS. Al-Anfal 8;61). Perang hanya boleh dilakukan dan diizinkan ketika umat Islam terusik dan tidak rasa aman oleh agresi kumpulan lain[2]. Perang merupakan sesuatu yang sangat tidak disukai oleh manusia. Al-Quran juga mengatakan hal demikian. Ketika menyebutkan perintah perang, Al-Quran sudah menggaris bawahi bahawa perang merupakan sesuatu yang sangat dibenci manusia. Namun begitu, Al-Quran juga menyatakan bahawa boleh jadi di sebalik sesuatu yang tidak disukai itu terdapat kebaikan yang tidak diketahui manusia. Sebaliknya, boleh jadi pula, sesuatu yang disenangi manusia ternyata membawa petaka bagi hidup mereka.[3]Firman Allah yang bermaksud:

Kamu Diwajibkan berperang (untuk menentang pencerobohan) sedang peperangan itu ialah perkara yang kamu benci, dan boleh jadi kamu benci kepada sesuatu padahal ia baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu suka kepada sesuatu padahal ia buruk bagi kamu. dan (ingatlah), Allah jualah Yang mengetahui (semuanya itu), sedang kamu tidak mengetahuinya. ( Al-Baqarah, 2:216 ).

Karena itu, Al-Quran mengajarkan bahwa umatnya harus mengutamakan pendamain dalam berhubung dengan umat lain (QS. Al-Anfal 8;61). Perang hanya boleh dilakukan dan diizinkan ketika umat Islam terusik dan tidak rasa aman oleh agresi umat lain[4] dan dalam situasi yang sangat terpaksa. Seperti yang diuraikan sebelumnya bahawa, Islam, sesuai dengan namanya, adalah agama pendamain dan berusaha membawa manusia kedalam kedamain, kesejahteraan dan ramamat-Nya. Kedamain ini tergantung pada kesediaan manusia untuk tunduk dan taat pada ajaran-ajaran-Nya yang tertuang di dalam Islam. Siapa saja yang mengadap kepada-Nya dan mengharap petunjuk-Nya, pasti akan diberkati-Nya dengan kedamain, kebahagian dan kesempurnaan.

Namun tidak semua manusia dapat menerima kebenaran Islam. Karena pengaruh hawa nafsu, ambisi dan hal-hal lain yang bersifat duniawi, sebagaimana manusia menolak kebenaran Islam, Allah dan Rasul-Nya tidak mempermasalahkanya. Sebab masalah iman ini adalah otoritas Allah semata yang tidak bisa“diintervensi’ oleh manusia. Namun kalau penolakan terserbut diiringi oleh sikap benci, permusuhan, ganguan, ancaman dan segala bentuk yang menghambat perkembangan Islam, hal ini tidak dapat di tolerir. Apalagi kalau sudah menjurus kepada bentuk terror, intimidasi, tekanan fisik dan ancaman terhadap keselamatan jiwa umatnya, maka Allah memerintahkan umat Islam untuk membela diri.

Allah swt menegaskan bahawa hidup manusia adalah suci dan tidak berhak ada seorang pun yang berhak menumpakan darah sesamanya. Bahkan Al-Quran menegaskan bahwa siapa yang membunuh seorang manusia, seolah-olah ia telah membunuh seluruh manusia (Al-maidah,5:32). Karena itu, keselamatan dan kelangsungan hidup manusia mutlak harus dipertahankan. Ketika haji perpisahan (Haji Wada’) Nabi telah menegaskan bahawa darah dan harta manusia berada pada tingkat daruriah , yang harus dipertahankan. Firman Allah yang bermaksud:

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." (Al-Hajj 22: 39-40)

Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali diturunkan Allah berkenaan dengan peperangan. Menurut al-Sarakhsi, sebagaimana dikutip Pirzada, sebelum memerintahkan perang, terlebih dahulu Allah memberikan beberapa tuntunan menghadapi orang-orang yang menggangu Islam dan umatnya. Pertama , Allah memerintahkan kepada Nabi untuk membuat pertanyataan sikap dan menarik diri dari mereka(kaum musyrik), kalau mereka tetap menolak Islam dan menggangu umatnya. Hal ini dinyatakan Allah dalam surat al-Hijr, 15:94, “ nyatakanlah secara terbuka apa yang telah diperintahkan kepadamu, dan tingglkanlah orang-orang yang musyrik itu“. Kedua, kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi untuk mengadakan perdebatan-perdebatan dengan baik, sebagaimana dalam surat al-Nahl, 16;125” (kalau kamu berdebat) bantahlah mereka dengan cara-cara yang baik pula.” Ketiga, barulah ketika mereka tidak mahu menerima dan menganggu umat Islam, Allah mengizinkan Nabi dan orang mukmin untuk mempertahankan diri, sebagimana dalam surat al-Hajj di atas. Sesudah itu, pada tahap akhir, barulah Allah hanya mengizinkan peperangan di luar bulan-bulan haram(suci), sebagaimana dalam surat Al-Baqarah, 2:194.

Dalam kenyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahawa peperangan diizinkan Allah apabila umat Islam disakiti, diusir dari tanah air mereka sehingga tidak dapat menjalankan agama mereka sebagaimana semestinya. Ini menunjukkan bahawa peperangan dalam Islam bukanlah untuk tujuan ofensif, melainkan defensif.[5] Peperangan dalam Islam berbeza dengn konsep imperialisme sepertimana yang dilakukan oleh negara-negara Barat.[6]

Hasan al-Banna dalam risalah al-Jihad di bawah tajuk "Kenapa seorang Islam itu tidak berjuang?" dia berkata : "Allah mewajibkan jihad ke atas orang-orang Islam bukanlah untuk membawa kepada pencerobohan, dan bukan juga satu cara untuk menyempurnakan tamak haloba individu, tetapi sebagai benteng pelindung untuk dakwah, serta jaminan untuk orang Islam, juga untuk menyempurnakan Risalah al Kubra (Risalah yang besar) yang dipikul bebannya oleh orang Islam iaitu risalah memimpin manusia kepada kebenaran dan keadilan. Adapun Islam, meskipun ia mewajibkan peperangan ia juga telah mengambilberat dengan perdamaian. Sebagaimana firman Allah: [7]

"Dan jika mereka bermaksud kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah.." (al Anfal: 61).

Tanpa Jihad tidak berdirilah tunggak bagi agama ini, maka tersebarlah kebatilan serta meratalah kerosakan. Allah swt telah memerintahkan orang-orang Islam supaya bersiap sedia dengan kekuatan dengan firmannya:

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahui; sedangkan Allah mengetahuinya" (al Anfal: 60).

Berhubung dengan demikian maka wujudlah istilah jihad defensif. Jihad defensif salah satunya ialah melawan musuh apabila mereka melakukan agresi dan pendudukan terhadap negara Islam. Para ahli fiqh menkatogorikan hukum jihad defensif ini sebagai fardhu ‘ain bagi penduduk negeri yang diperangi. Jihad defensif memiliki tujuan yang jelas, yaitu memberikan perlawaan terhadap musuh yang memulai peperangan, dengan segala kekuatan yang bisa dikerahkan. Jihad ini harus terus dilakukan sampai para penjajah pergi, para aggressor pun kembali ke negeri asalnya, dan negeri Islam terbebas dari peperangan. Jihad yang jenis pertama ini tidak diperselisihkan dan diperdebatkan. Setiap agama dan undang-undang konvensional telah menetapkan jihad yang jenis pertama ini, dan seseorang tidak akan bisa menanam keraguan pada syariat jihad tersebut.[8]

Watak Islam sebagai agama yang damai menganjurkan perang untuk tujuan-tujuan defensif terlihat dalam beberapa etika perang yang digariskan Al-Quran dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad serta para pelanjutnya. Hal yang pertama harus dilakukan sebelum perang adalah mengumumkan perang terhadap musuh. Sebagian ulama memandang, bahawa pengumumam perang ini sebagai suatu kewajiban atas pemerintah dar al-Islam. Pendapat Pertama ini dianut oleh Imam Malik dan Mazhab Syi’ah Zaidiyah. Menurut mereka, pemerintah Islam harus terlebih dahulu menyampaikan da’wah, baik pada musuh maupun tidak. Pendapat ini didasarkan amanat Nabi kepada komandan pasukan yang akan berperang. Beliau berpesan bahawa sebelum memerangi orang musrik, terlebih dahulu mereka harus diseru masuk Islam. Kalau menolak, mereka boleh tetap pada kepercayaanya, tetapi harus membayar jizyah sebagai jaminan atas keamanan mereka. Bila ini juga mereka tolak, bererti hal ini merupakan “ajakan” perang. Dalam kondisi inilah umat Islam boleh memerangi ,mereka.

Pendapat kedua, dari mazhab Hambali, yang menyatakan bahawa pengumuman perang itu tidak wajib dilakukan. Hal ini didasarkan pada sejarah bahawa Nabi menyerang Bani Mustaliq, tanpa terlebih dahulu memberitahukannya. Peperangan ini bermula ketika bani Mustaliq, di bawah pimpinan al-Harits ibn Abi Dzirar, mengadakan makar hendak membunuh Nabi. Namun rencana mereka tercium oleh Nabi. Menghadapi mereka, Nabi segera mengirim pasukan di bawah komando Abu Bakar dan Sa’a Ibn ‘Ubadah .[9] demikian juga dengan peperangan melawan suku-suku Yahudi Madinah. Mereka dikepung dan diisolasi sehingga menyerah kepada Nabi. Dari keyataan sejarah ini dapat disimpulkan bahawa, pengumuman perang tidak perlu dilakukan terhadap pihak yang sebelumnya telah mempunyai ikatan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Akibat pengkhinatan mereka secara sepihak terhadap perjanjian tersebut, maka dar al-Islam boleh memerangi mereka tanpa peringatan terlebih dahulu.[10]

Pendapat ketiga pula menyatakan bahawa dak’wah wajib disampaikan kepada orang yang belum sampai kepadanya ajaran Islam. Tetapi kalau orang telah mengetahui Islam dan orang-orang kafir sudah tahu pula faktor-faktor yang menyebabkan mereka diperangi, dalam keadaan demikian dakwah hanya bersifat anjuran (sunnah) sahaja. Ini dimaksudkan sebagai peringatan bagi mereka. Inilah yang dianut oleh jumhur ahli fiqh, mazhab Ibadiyah dan Syiah Imamiyah.

Karena itu Islam hanya bersifat membela diri, maka perang wajib dihentikan oleh umat Islam apabila pihak musuh tidak lagi menganggu kaum muslim dan ketika menimbulkan fitnah. Ini jelas dinyatakan Allah dalam al-Quran, firman Allah yang berarti:

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.( QS.al-baqarah,2:193)

Tawfiq Ali Wahbah menyimpulkan dua tujuan dibolehkannya berperang dalam Islam, yaitu pertama memelihara jiwa dan menolak permusuhan orang-orang musrik terhadap kaum muslimin, kedua, mengamankan da’wah Islamiyah dan melindungi orang yang berjuang di jalan-Nya serta mencegah orang-orang yang berusaha menghalagi dakwah Islam tersebut.

Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. Ali wahbah menyimpulkan tiga kelompok manusia yang boleh diperang dalam Islam, yaitu,

Pertama, Orang-orang musyrik yamg memulai perang terhadap umat islam. Dalam surat Al-baqarah (2;193) Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menghilangkan permusuhan kepada pihak lain. Karena itu, bila ada pihak musyrik yang memulai permusuhan, Allah memerintahkan umat Islam agar membalas memerangi mereka. Dalam sejarah Islam terkenal permusuhan yang dilakukan kaum paganis Quraisy Mekah kepada Nabi Muhammad dan umat Islam, sehingga Nabi membalas memerangi mereka pula.

Kedua, pihak yang membatalkan perjanjian secara sepihak. Kalau ada pihak yang mengadakan fakta perjanjian dengan kaum muslimin, lalu mereka mengkhinatinya, maka mereka halal diperangi. Hal ini dapat dirujuk pada konstitusi madinah (piagam madinah) yang dibuat nabi bersama kaum Yahudi Madinah. Mereka terdiri dari Bani Nadir, Bani Qainuqa’ dan Bani Quraiza. Tetapi mereka melakukan pengkhianatan dan menggangu kehidupan umat Islam di Madinah. Akhirnya sebagai balasan atas pengkhinatan mereka, Nabi menghukum mereka dengan hukuman yang setimpal.

Ketiga, Musuh-musuh Islam yang mengadakan persekutuan untuk menghancurkan Islam dan umatnya, sebagaimana terjadi dalam Perang Ahzab (Perang Khandaq). Dalam perang ini kaum paganis Mekah mengadakan komplotan dengan penduduk di sekitar Mekah dan kaum Yahudi Madinah untuk memerangi umat Islam. Menghadapi serangan sekutu ini, Nabi, atas saranan Salman al-Farsi, membangun parit-parit perlindungan untuk membentingi Madinah. Akhirnya tentera sekutu bubar dan pulang kembali ke tempat masing-masng tanpa membawa hasil. Mereka ini juga wajib diperangi.[11]

Karena itu, kenyataan bahwa sejarah Islam diwarnai dengan peperangan merupakan fakta yang tidak dapat dibantah. Bila Islam disebarkan dengan dakwah, lalu kenapa terjadi peperangan hal ini perlu untuk diperhatikan. Di antara motivasi peperangan dalam sejarah Islam adalah[12]:

Pertama, mempertahankan jiwa raga. Seperti disebutkan dalam sejarah, sebelum hijrah orang-orang Islam belum diizinkan untuk berperang. Padahal umat Islam memperoleh berbagai siksaan dan tekanan dari kafir Quraisy. `Ammar, Bilal, Yasir, dan Abu Bakar adalah di antara mereka yang mendapat perlakuan keras itu. Ketika perlakuan kafir Quraisy semakin keras dan Umat Islam meminta izin kepada Nabi untuk berperang, Nabi belum juga mengizinkan karena belum ada suruhan dari Allah. Namun, ketika Nabi beserta pengikutnya hijrah ke Madinah dan kafir Quraisy bertekad untuk membebaskan kota itu dari Islam, maka Allah akhirnya–-karena demi membela diri orang-orang Islam sendiri– mengijinkan mereka berperang (QS. al-Hajj [22]:37). Kendatipun dengan beberapa persyaratan seperti demi jalan Allah, bukan demi harta atau prestise, mempertahankan diri, dan tidak berlebihan (QS. Al-Baqarah [2]:190). Semuanya itu menunjukkan bahwa pada dasarnya Islam tidak senang berperang. Data historis yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hal di atas adalah penyebaran Islam ke Habsyi, sebuah kota yang tidak begitu jauh dari jazirah Arab dan kota yang pernah menjadi tujuan hijrah Nabi. Orang-orang Islam tidak pernah memerangi kota itu karena tidak mengancam keselamatan mereka. Bila penyebaran Islam dengan kekuatan, tentunya orang-orang Islam sudah menghancurkan kota itu. Seperti diketahui, umat Islam saat itu sudah memiliki angkatan laut yang cukup kuat. Namun, penyerangan itu pun tidak dilakukan. Ini juga membuktikan bahwa peperangan yang terjadi di kalangan orang-orang Islam hanyalah untuk mempertahankan diri dan tidak berlebih-lebihan.

Kedua, melindungi dakwah dan orang-orang lemah yang hendak memeluk Islam. Seperti diketahui bahwa dakwah yang dibawa Nabi memperoleh tantangan keras dari kafir Quraisy Mekkah. Mereka menempuh jalan apa saja untuk menghalanginya (QS. al-Fath [48]:25). Banyak kalangan penduduk Mekkah dan Arab lainnya bermaksud memeluk Islam, tetapi mereka takut terhadap ancaman itu. Allah lalu mengizinkan Rasul-Nya beserta pengikutnya untuk melindungi dakwah dengan cara berperang.

Ketiga, mempertahankan umat Islam dari serangan pasukan Persia dan Romawi. Keberhasilan dakwah Nabi dalam menyatukan kabilah-kabilah Arab di bawah bendera Islam ternyata dianggap ancaman oleh penguasa Persia dan Romawi dua adikuasa saat itu. Itu sebabnya, mereka mengumumkan perang dengan umat Islam. Tahun 629 M. Nabi mengutus satu kelompok berjumlah 15 orang ke perbatasan Timur Ardan untuk berdakwah, tetapi semuanya dibunuh atas perintah penguasa Romawi. Pada tahun 627 M. Farwah bin Umar al-Judzami, gubernur Romawi di Amman, memeluk Islam. Untuk itu, ia mengutus Mas’ud bin Sa’ad al-Judzami menghadap Nabi untuk menyampaikan hadiah. Ketika berita keislaman sampai ke telinga 49 orang-orang Romawi, mereka memaksa Farwah untuk keluar dari Islam, tetapi paksaan itu ditolaknya. Akibatnya, ia dipenjara dan akhirnya disalib. Atas peristiwa-peristiwa itu dalam sejarah kemudian dikenal dengan kasus Beli dan demi melindungi umat Islam dari serangan-serangan Romawi dan Persia berikutnya. Nabi kemudian mengumumkan perang pula dengan mereka. Berdasarkan uraian di atas, tidak ada satu ayat pun atau satu kejadian pun dalam sejarah permulaan Islam yang mengisyaratkan bahwa Islam disebarkan dengan peperangan (senjata). Peperangan yang terjadi hanyalah karena terpaksa untuk membela diri, melindungi dakwah dan kebebasan beragama, serta melindungi umat Islam dari serangan Romawi dan Persia. [13]

Dalam peperangan, perkara yang amat penting adalah taktik dan strategi. Strategi membawa maksud rancangan yang teratur (yang memperhitungkan pelbagai faktor) untuk mencapai matlamat atau kejayaan.[14] Manakala taktik ialah rencana atau tindakan yang bersistem untuk mencapai tujuan strategi. Peperangan perlu dilakukan dengan berstrategi dan perkara ini penting yang perlu diperhatikan oleh militer. Prinsip strategi ini perlu untuk direncanakan dalam peperangan supaya berjalan dengan efektif dan tentera muslim berhasil memenangkan peperangan.[15]

Menurut Ali Wahbah, perinsip tersebut adalah pertama, percaya sepenuhnya pada komando pimpinan perang. Prajurit muslim harus mempercayakan segala keputusan dan tindakan di tangan komandan perang. Kedua, bersabar menghadapi musuh. Ini penting karena sabar merupakan kunci untuk, meningkatkan moral dan semangat prajurit di dalam pertempuran. Ketiga, tertap konsekuen dan teguh pendirian dalam menghadapi musuh di medan pertempuran. Keempat, taat pada komando komandan pasukan. Komandan adalah orang yang paling bertanggungjawab terhadap pasukan muslim. Karena itu, bila komandan telah memutuskan sesuatu sikap atau perintah, wajib hukumnya bagi tentera untuk mematuhinya. Hal ini didasarkan pada Al-Quran surat an-Nisa, 4:58

Dalam sejarah banyak strategi perang yang pernah dilakukan Rasulullah, strategi ini bertujuan untuk memenangkan kaum muslim dalam peperangan melawan musuh. Antara strategi yang diambil adalah,

Pertama, Nabi saw menerima Usulan Salman al-Farsi untuk membuat benteng pertahanan dalam perang Ahzab menghadapi tentera Quraisy dan sekutu-sekutunya dengan menggali parit –parit di sekitar Madinah. Strategi ini ternyata berhasil menghadang tentera sekutu memasuki Madinah. Akhirnya mereka membubarkan tanpa membawa hasil apa pun.[16]

Kedua, ketika Perang Badar tahun ke 2 H/624M. Perang ini merupakan perang senjata pertama antara kaum muslimin dan kaum musyrik. Nabi dalam menghadapi perang ini belum menentukan sikap keculi setelah mengadakan musyawarah dengan lebih dahulu untuk mendapat persetujuan kaum Muhajirin dan Ansar. Untuk itu beliau membicarakan kondisi mereka, seperti belanja perang yang mereka ada , dan jumlah mereka yang sedikit. Beliau juga meminta sikap kaum Ansar sebagai golongan terbesar kaum muslimin dalam menghadapi perang tersebut . Mereka mengatakan siap mengorbankan segala-galanya demi perjuangan Rasul .Setelah mereka sepakat menghadapi kaum Quraish Nabi dan pengikutnya berangkat menuju suatu tempat, Badar, terletak antara Mekkah dan Madinah. Ketika menjelang pertempuran, Nabi memutuskan untuk menempatkan posisi pasukanya di suatu tempat dekat satu mata air di Badar. Mengetahui hal ini Hubab al-Mundzir, seorang Ansar, datang mendekati Nabi dan berkata ; “ ya Rasulullah , apakah penentuan posisi ini atas petunjuk Allah yang kerananya kita tidak boleh ke depan dan berundur dari tempat itu, atau keputusan itu semata-mata pendapat Rasul” ? Rasulullah menjawab bahawa keputusan itu bukan atas petunjuk Allah melainkan pendapatnya sendiri. Hubab berkata :” kalau begitu , tempat ini sungguh tidak tepat ya Rasulullah. sebaiknya kita ke maju lebih ke mata air daripada musuh, lalu kita bawa banyak tempat air untuk kita isi dari mata air itu kemudian kita menimbunya dengan pasir sehingga kita dapat minum, sedangkan musuh tidak.’ Rasulullah menjawab ; “ Saya setuju dengan pendapat ini .” kemudia beliau bersama pasukanya bergerak menuju lokasi yang dimaksudkan oleh Hubab[17].

Ketiga, dalam peperangan, pasukan Islam sesuai dengan strategi Nabi Muhammad SAW, mengambil posisi di atas Jabal Uhud. Tetapi ketika mereka hampir menang, pasukan pemanah terpancing oleh ghonimah (harta rampasan perang). Mereka pun turun dari bukit dengan melawan instruksi Nabi SAW. Maka pasukan Quraisy segera merebut posisi di atas bukit dan dari situ mereka menyerang pasukan Islam sampai menewaskan 70 syuhada.[18] Walaupun hasil peperangan ini umat Islam menerima kekalahan, tetapi di sini kita dapat lihat bahawa Nabi saw telah mengatur strategi untuk melawan musuh. Akan tetapi karena sebahagian tentera muslim tidak mentaati komando perang dan gopoh untuk mendapatkan habun ghonimah akhirnya kaum muslim menerima kekalahan dalam peperangan Uhud.

Peperangan yang berlaku dalam sejarah

Sebelum membincangkan lebih lanjut mengenai peperangan yang berlaku dalam sejarah, suatu perkara yang penting untuk diketahui bahawa Al-Quran telah mengatur prinsip dasar dalam hubungan internasional. Antara perinsip dasar tersebut adalah, Pertama hubungan kerjasama yang baik dan adil. Kedua, mengutamakan pendamain ketiga, memperkuatkan kewaspadaan dalam suasana damai. Keempat, peperangan diizinkan hanyalah kalau terpaksa dan untuk tujuan defensif, bukan ofensif. Kelima, Mengajak orang lain kepada Islam dengan cara-cara yang baik dan bijaksana. Jka mereka berbuat jahat , balaslah kejahatan mereka dengan yang setimpal, tidak berlebihan. Keenam, Tidak boleh memaksa agama kepada orang lain. Ketujuh, menghormati fakta-fakta perjanjian yang telah ditandatangani[19]

Pada zaman Nabi saw, perang disyariatkan di Madinah ketika umat Islam semakin kuat dengan kelengkapan dan kekuatan pengaruh. Semasa di Mekkah perang belum di syariatkan, perkara yang ditekankan preode ini adalah dakwah dan pemantapan akidah. Perang yang pertama berlaku adalah perang Badar dan Allah memeberi kemenagan kepada umat Islam didalam peperangan ini walaupun jumlah kaum muslim ketika itu sedikit sekitar 300 orang[20], sebagaimana firmanya didalam surah Ali-Imran. Kemudian peperangan ini diikuti dengan peperangan-peperangan lain seperti Uhud , Khandak, Mu’tah, Ahzab dan banyak lagi.

Selepas wafatnya Rasulullah peperangan terus berlaku pada zaman para sahabat. Peperangan berlaku samada di dalam wilayah dar-Islam dan dar-harb. Khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah adalah Abu Bakar al-Siddiq yang meneruskan tanggungjawab memimpin umat Islam. Pada zaman pemerintahan beliau, tidak boleh lari daripada agresi dan serangan daripada musuh yang menggangu dan menyekat dakwah Islam untuk terus berjalan. Di zaman beliau perang yang pertama berlaku ialah perang melawan kaum Riddah iaitu orang-orang yang mutad. Selepas pemerintahan beliau khalifah terus bertukar kepada Umar, Utman dan Ali, seterusnya disusuli dengan pemerintahan Bani Umayyah, Bani Abbas dan Bani Utamani.

Di dalam tamddun dunia umumnya, peperangan terus berlaku, peperangan adalah suatu yang menjadi kelaziman dalam sesebuah tamaddun. Bahkan sesuatu tamadun yang wujud tidak sah jika tidak ada peperangan yang berlaku. Jika kita melihat kepada sejarah nampaknya tidak ada satu tahun berjalan begitu saja tanpa satu pun peperangan. Perang ada yang berlaku dalam jangka masa yang singkat dan ada juga yang memakan masa yang begitu lama. Begitu juga korban yang berlaku akibat daripada perang kebayakan perang yang berlaku kebanyakanya memakan korban yang sangat tinggi.

Berhubung dengan demikian penulis menyenaraikan 6 peperangan yang dahsyat yang berlaku dan tercatat dalam sejarah dunia. peperangan ini tidak bisa dilupakan karena telah megorbankan ramai manusia dalam sejarah. Peperangan yang berlaku adalah seperti berikut ;

Pertama, Ekspansi Mongol, ekspansi Mongol adalah sebuah ekspansi besar bangsa Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan untuk menaklukan wilayah Eurasia pada awal abad ke-13. Dengan membawa pasukan berkuda dalam jumlah besar dan amat terlatih, Genghis Khan berhasil menebar teror di seantari Eurasia selama 1 dasawarsa. Genghis Khan berhasil menguasai Tiongkok, mengalahkan Rusia, menghancurkan kekaisaran Persia, mencaplok Polandia dan Hongaria, serta meluluh-lantahkan Baghdad sebagai pusat kekhalifahan Islam pada masa itu. Cara dan tujuan Ekspansi Genghis Khan berbeda dengan kaisar-kaisar sebeumnya. Ia menghancurkan apa saja di depan mata, tanpa pandang bulu. Ia menyerang bukan untuk memerintah, melainkan untuk menjarah, memerkosa, dan menculik gadis-gadis untuk mereka bawa ke negerinya, hal inilah yang membuatnya di takuti di seluruh Eurasia.

Kedua, Perang Salib, perang ini merupakan perang untuk merebutkan Yerussalem yang meluas menjadi konflik antar agama paling dahsyat sepanjang sejarah, dimulai sejak kaum Kristiani yang direstui Paus atas nama agama Kristen berusaha merebut kembali wilayah Yerussalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Islam. Perang ini berlangsung selama beberapa periode dari abad ke-9 hingga abad ke-16 Masehi. Perang Salib pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II. Perang ini mencuatkan nama Salahudin Al Ayyubi dan Richard “The Lion Heart” sebagai pahlawan di kedua belah pihak. Perang ini sedikit banyak memberikan pengaruh dalam mengantarkan Eropa menuju zaman Renaissance. Hingga saat ini, istilah Perang Salib masih dipakai untuk menunjukkan konflik antar agama yang berlangsung hingga saat ini.

Ketiga, Perang Napoleon, perang ini timbul selama Napoleon Bonaparte memerintah Perancis dari 1799 hingga 1815 dan berdampak luas di Eropa. Napoleon Bonaparte yang berhasil merebut kekuasaan di Perancis melalui sebuah kudeta 18 Brumaire menata ulang sistem kemiliteran di Perancis dan secara mengejutkan berhasil memperluas kekuasaan Perancis hingga menguasai hampir seluruh wilayah Eropa. Namun Perancis tidak berdaya melawan Inggris dan Rusia. Perang Napoleon berakhir ketika ia mengalami kekalahan dalam Pertempuran Waterloo (18 Juni 1815) dan disepakatinya pakta Paris yang kedua. Jumlah korban sekitar 3.250.000 sampai dengan 6.500.000 juta jiwa[21]

Keempat, Perang Dunia I, Perang ini berlangsung dari 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918 dilatarbelakangi Pangeran Franz Ferdinand dari Austria dibunuh anggota kelompok teroris Serbia, Gavrilo Princip di Sarajevo. Perang ini menghadapkan blok sentral (Austria, Jerman, Turki, Bulgaria) dengan blok sekutu (Rusia, Perancis, Inggris, Kanada, Italia, Amerika Serikat). Perang ini menjadi tonggak runtuhnya kekuasaan monarki absolut di seluruh dunia. Selain itu empat dinasti, Habsburg, Romanov, Ottoman dan Hohenzollern, yang mempunyai akar kekuasaan hingga zaman Perang Salib, seluruhnya jatuh setelah perang. Perang ini menewaskan 40.000.000 orang di seluruh dunia dan munculnya depresi ekonomi 1929.

Kelima, Perang Dunia II, perang ini berlangsung dari tanggal 1 September 1939 sampai tanggal 14 Agustus 1945 ditiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa. Di Eropa, Adolf Hitler sebagai kanselir Jerman yang berusaha membangkitkan kembali kejayaan Jerman melalui fasisme terlebih dahulu menyerang Polandia. Selanjutnya dengan dibantu oleh Italia dan Uni Soviet, Jerman terus memperluas wilayah pendudukannya. Di Asia, Jepang secara mendadak menyerang pangkalan laut AS di Pearl Harbour pada 7 Desember 1941, menyeret Asia sebagai medan Perang Dunia II. Amerika Serikat yang semula tidak ikut berperang mulai mengangkat senjata melawan blok Axis, bergabung bersama Inggris dan Perancis.

Uni Soviet yang tiba-tiba diserang oleh sekutunya sendiri, Jerman melalui Operasi Barbarossa pada 1941 balik memusuhinya dan memulai rangkaian kekalahan Jerman. Perang berakhir pada 14 Agustus 1945 dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu setelah dua kotanya, Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat. Perang ini mengakibatkan 50.000.000 tewas, lahirnya PBB, dan munculnya Uni Soviet dan Amerika Serikat sebagai negara adidaya.

Keenam, Perang Israel-Palestina, perang ini terjadi dari tahun 1948 saat Inggris yang merampas tanah Palestina dari Kesultanan Turki Utmani memberikannya kepada kaum Yahudi dalam rangka membangun kembali “tanah air” sejak mereka terusir dari wilayah tersebut karena “membangkang” kepada Tuhan sejak ribuan tahun yang lalu. Negara-negara Timur Tengah dengan mayoritas penduduk muslim yang tidak menyetujui hal tersebut langsung mengangkat senjata melawan Israel dalam Perang Arab-Israel 1948. Namun perang ini berakhir dengan kemenangan Israel.

Perang kemudian berlangsung kembali pada tahun 1967, dikenal juga dengan Perang Enam Hari. Perang ini disebabkan masih tidak relanya negara Arab menerima Israel. Perang ini kembali dimenangkan Israel. Meski perang terbuka tidak ada lagi sesudahnya, namun konflik dengan intensitas rendah masih berlangsung hingga saat ini. Pada 13 September 1993 melalui kesepakatan Oslo, Palestina dan Israel sama-sama mengakui kedaulatan masing-masing. Namun faksi Hamas tidak menyetujui keputusan tersebut sehingga terus mendapatkan tekanan dari Israel hingga saat ini. Ratusan ribu orang tewas akibat konflik ini.

Islam tidak tersebar dengan perang

Menarik Dr Rosihon Anwar menjawab mengenai Islam tidak tersebar dengan perang. Menurut beliau ketika menjawab, media massa di Indonesia yang telah melaporkan tentang aksi protes para pemuka muslim di dunia, khususnya di Indonesia atas pernyataan Paus Benediktus XVI bahwa Nabi Muhammad saw menyebarkan Islam dengan kekerasan. Dia menyatakan ini merupakan gambaran stigmatik sebagaian tokoh Barat tentang Islam. Dan ini terus berulang. Bahkan, gambaran stigmatik serupa pernah menyeruak ke permukaan dalam kasus poster Nabi Muhammad. Tentu saja harus ada upaya pelurusan terhadap kekeliruan-keleliruan ini. Benarkah Islam disebarkan dengan pedang? Islam sesungguhnya disebarkan dengan dakwah, bukan dengan pedang. Perhatikan argumentasi historis berikut:[22]

Pertama, ketika berada di Mekkah untuk memulai dakwahnya, Nabi tidak disertai dengan senjata dan harta. Kendatipun demikian, banyak pemuka Mekkah seperti Abu Bakar, Utsman, Sa’ad ibn Waqqas, Zubair, Talhah, Umar bin al-Khattab, dan Hamzah yang masuk Islam. Mungkinkah untuk dikatakan bahwa mereka masuk ke dalam Islam dengan kekuatan? Berkaitan dengan ini, Ustadz al-Aqqad, dalam buku ‘Abqariyyah Muhammad, mengatakan bahwa banyak orang Mekkah masuk Islam bukan karena tunduk kepada senjata, melainkan karena motivasi untuk mengorbankan jiwa raganya dalam mengangkat senjata demi jalan Allah.

Kedua, ketika Nabi dan para pengikutnya mendapat tekanan yang sangat berat dari kafir Quraisy, penduduk Madinah banyak yang masuk Islam dan mengundang Nabi serta pengikutnya hijrah ke Madinah. Mungkinkah Islam tersebar di Madinah dengan senjata?

Ketiga, pasukan Salib datang ke Timur ketika khalifah Bani `Abbas berada dalam masa kemunduran. Tak diduga, banyak anggota pasukan Salib tertarik kepada Islam dan kemudian menggabungkan diri dengan pasukan Salib lainnya. Thomas Arnold, dalam Al-Da’wah ila al-Islam, menyebutkan bahwa mereka masuk Islam setelah melihat kepahlawanan Salahuddin sebagai cerminan ajaran Islam. Mungkinkah Islam tersebar di kalangan pasukan Salib dengan senjata?

Keempat, pada abad VII H (XIII M) pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu memporak-porandakan Bagdad, ibu kota khilafah `Abbasiah, beserta peradaban yang dimiliki Islam. Mereka menghancurkan masjid-masjid, membakar kitab-kitab, membunuh para ulama, dan serentetan perbuatan sadis lainnya. Tahun 1258 merupakan lonceng kematian bagi khilafah `Abbasiah. Akan tetapi, sungguh mencengangkan bahwa di antara orang-orang Mongol sendiri yang menghancurkan pemerintahan Islam ternyata banyak yang memeluk Islam. Mungkinkah Islam tersebar di tengah-tengah orang Mongol dengan senjata?

Kelima, sejarah menjelaskan bahwa masa terpenting Islam adalah masa damai ketika diadakan perjanjian Hudaibiyah antara orang-orang Quraisy dan muslimin yang berlangsung selama dua tahun. Para sejarawan pun mengatakan bahwa orang yang masuk Islam pada masa itu lebih banyak daripada masa sesudahnya. Ini menunjukkan bahwa penyebaran Islam banyak terjadi pada masa damai bukan masa peperangan.

Keenam, tidak ada kaitan antara penyebaran Islam dengan peperangan yang terjadi antara muslimin dengan Persia dan Romawi. Ketika peperangan antara mereka berkecamuk dan orang-orang Islam memperoleh kemenangan kemudian peperangan berhenti, pada saat itu para da’i menjelaskan bangunan, dasar, dan filsafah Islam. Dakwah Islam itu yang kemudian menyebabkan orang-orang non-Islam terutama mereka yang tertindas oleh penguasa mereka – masuk Islam. Fage Roland Oliver, dalam bukunya A Short History of Africa, menjelaskan bahwa Islam tersebar di Afrika justru ketika daulah-daulah Islam di sana telah runtuh. Islam tersebar di sana melalui peradaban, pemikiran, dan dakwah Islamiyah. Karenanya, masuklah orang-orang Barbar ke dalam Islam yang kemudian nanti memainkan peranan penting dalam sejarah Islam.

Ketujuh, Islam tersebar luas di Indonesia, Malaysia, dan Afrika. Kekuatan apa yang dibawa oleh para penyebar Islam di sana. Islam diajarkan oleh orang-orang dari Hadramaut yang mempunyai peradaban terbatas, tidak didukung oleh harta dan penguasa, dan atau Islam diajarkan oleh orang-orang Indonesia yang berwatakan Islam dalam kefakiran.

Kedelapan, peneliti keislaman Jerman Ilse Lictenstadter, dalam Islam and the Modern Age, mengatakan bahwa pilihan yang diberikan kepada Persia dan Romawi bukanlah antara Islam dan pedang, tetapi antara Islam dan jizyah.

Dari keyataan sejarah dan uraian di atas kita dapatlah kita menolak pandangan beberapa orientalis Barat bahawa Islam tidak ditegakkan dan dikembangkan dengan pedang. Antara oreantalis yang melakukan provokatif ini ialah M.Koli. Dia telah menggambarkan bahawa Muhammad telah memberi pedang kepada pengikutnya. Menurutnya, Muhammad telah meremehkan nilai-nilai moral dan membolehkan pengikut-pengikutnya untuk berbuat keji dan menyamun. [23] pandangan ini juga dianut oleh orientalis –orientalis seperti W.S Nelson, Addison dan H. Guillimain.[24]

Pandangan-pandangan demikian hanyalah didasarkan pada kebencian terhadap Islam dan pembawanya. Mereka tidak berfikir objektif, sehingga pendapat-pendapat mereka berbau provokasi dan mencari titik kelemahan ajaran Islam. Namun demikian, mereka berusaha menutupi dengan kemasa”ilmiyah” , sehingga cara-cara mereka terkesan sangat halus. Padahal kalau mereka objektif mempelajari sejarah kehidupan Nabi Muhammad, tentu mereka tidak berpandangan seperti itu.

Dalam hal ini Husein Haikal membuat pembelaan terhapat pandangan –pandangan orientalis Barat dan para misionaris Kristien :

Kaum muslimin yang mula-nmula pada zaman Nabi dan para sahabat serta yang datang setelah mereka berperang bukan untuk menaklukkan atau menjajah, melainkan untuk mempertahankan diri dan keyakinan mereka ketika terancam oleh –orang kafir Quraisy, orang Romawi dan Persia. Dalam peperangan, kaum muslimin tidak pernah memaksa orang lain untuk memeluk Islam, karena memang tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam. Mereka berperang juga bukan untuk menjajah bangsa lain. Beberapa kerajaan dan emirat dibiarkan oleh Nabi dalam kekuasaan mereka sendiri.

Sebaliknya menurut Haikal, Eropah menyerang bukan mahu menyiarkan suatu kepercayaan dan kebudayaan, melainkan mahu menjajah. Mereka menjadikan agama kristien sebagai alat penjajahan.

Kebohongan Ini juga diingkari oleh para Orientalis sendiri. Para oreintalis yang bijak dari kalangan sejarawan Barat juga membantah tuduhan yang menyebutkan Islam tersebar dengan cara-cara kekerasan. Bagi saya cukup dengan pendapat seorang orentalis yang tidak diragukan keilmuanya, ketajamannya dalam melakukan analisis, dan kepiawayanya dalam mendapatkan keterangan dari berbagai referensi, negara dan bahasa. Di adalah Thomas Arnold.[25]

Dalam bukunya berjudul The Preaching of Islam, Thomos Arnold menegaskan bahawa penyebaran Islam di dunia ini tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan, melainkan dengan dakwah, hujjah, pujukan halus, dan akhlak yang diperlihatkan oleh umat Muslim. Dalam sejarah, tidak terbukti ada satu bangsa, kabilah, atau bahkan sebuah keluarga yang dipaksa untuk melepaskan agama mereka dan berpindah memeluk Islam.

Thomas Arnold memang membantah tuduhan yang menyebutkan Islam tersebar dengan cara-cara kekerasan, dengan berpijak pada keterangan-keterangan yang valid. Dia juga menyebutkan bahawa Islam dan kaum Muslimin sentiasa hidup berdampingan dengan orang-oarang non-muslim. Akan tetapi, kita juga perlu megkritik pendapatnya tentang perkembangan dakwah Islam yang sangat pesat. Menurut Thomas, hal ini bukan karena kekuatan dakwah jika melihat kondisi wilayah-wilayah yang ditaklukkan. Dan menurutnya pula, motif umat Muslim dalam penaklukkan tersebut bukanlah motif agama.

Bukan jarang sekali dibaca karena dia sangat serius dalam memberikan hakikat Islam secara ilmiah. Dia juga bersikap seimbang dalam pembahasanya. Sikap yang tidak dimiliki oleh kebayakan penulis barat yang membahas Islam secara khusus.

Pandangan Thomas Arnold ini juga diakui oleh sejarawan, filsuf, dan sosiolog Gustave le Bon dalam bukunya, La Civilisation Des Arabes. Juga seorang orientalis dari Inggeris, iaitu Montgomery Watt dalam bukunya, Islam and Christianity Today.

Kesimpulanya Al-Quran telah mengatur prinsip-prinsip perang yang jelas, kemudian hal tersebut di diteilkan pula dengan hadith Nabi saw. Dalam al-Quran kita dapat lihat bukan sedikiit Allah swt telah menceritakan peristiwa perang yang telah berlaku. Perang bukan sahaja baru berlaku pada zaman Nabi Muhammad sahaja , bahkan telah berlaku pada umat-umat yang terdahulu. Di zaman Nabi Muhammad ia bermula bukanlah disebabkan ingin menakluk tetapi disebabkan umat Islam diserang oleh musuh yang mahu meghancurkan Islam dan umatnya. Karena itu di dalam al-Quran Allah telah menyatakan perang adalah untuk menjaga kemaslahatan umat walaupun ianya dibenci oleh manusia. Jelaslah bahawa perang adalah satu cara untuk menghalang fitnah-fitnah yang dilakukan oleh musuh Islam. Oleh demikian perbahasan yang panjang tadi telah mengupas hal-hal yang penting untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai perang dalam al-Quran kepada para pembaca. Mudah-mudahan apa yang telah dibahaskan tadi dapat menambah sedikit sebanyak ilmu dan pengetahun kita di dalam memahami perang. Segala yang baik yang dipaparkan dalam makalah ini datangnya daripada Allah swt dan segala kelemahan dan kekurangan itu berpunca dari kelemahan saya yang daif dan mengharapkan tunjuk ajar serta bimbingan.

Oleh : Ahmad Syahin Bin Mohd Amin

Medan, 22.1.2011



[1] Syeikh Prof Dr Yusuf Qaradhawi, Fiqh Jihad, cetIndonesia terbitan al-mizan ms: Ixxv

[2] Muhammad Iqbal. Fiqh Siyasah Konteklualisasi Doktrin Politik Islam, ms: 206

[3] Muhammad Iqbal. Fiqh Siyasah Konteklualisasi Doktrin Politik Islam, MS: 248

[5] Terjawab permasalahan defensif dan ofensif.

[6] Muhammad Iqbal. Fiqh Siyasah Konteklualisasi Doktrin Politik Islam, ms, 250

[7] Mustafa Masyhur, RISALATUL-IKHWAN, Bil. 16, Jumaat, 20 Jamadil Akhir 1417 Hijrah (1 Nov. 1996).

[10] Syeikh Prof Dr Yusuf Qaradhawi, Fiqh Jihad, cetIndonesia terbitan al-Mizan ms: 325

[11] Tawfiq Ali wahbah, Al-Jihad fi al-Islam, ( Riyadh: dar al-Liwa’ 1981), hal.39. Rujuk Fiqh Siyasah Mumammad Iqbal ms: 252.

[12] Motivasi perang dalam Islam

[13] Oleh : Dr Rosihon Anwar (Dimuat di Harian Umum Republika, 29 September 2006

[14] Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002)

[15] Tektik dan strategi dalam perang

[16] Fiqh Siyasah 39

[17] Fiqh siyasah ajaran sejarah dan pemikiran91, Rjuk jga Islam dan tata negara ms 17. Rjk jg Al-Thabari, ibd, hlm. 47

[19] Muhammad Iqbal. Fiqh Siyasah Konteklualisasi Doktrin Politik Islam, ms 215

[20] Syeikh Safy al-Rahman al-Mubarakfuriyy India, Al-Raheeq al-Makhtum Ms: 228

[22] Oleh : Dr Rosihon Anwar (Dimuat di Harian Umum Republika, 29 September 2006

[23] Lihat Muhammad al-Bahiy, Al-Fikr al Islam al-hadith wa shilatuha bi al-Isti’mar al-Gharbiy, (kairo: Dar al-Ma’arif, 1991) Cetakan 10, hal.528.

[24] Muhammad Iqbal. Fiqh Siyasah Konteklualisasi Doktrin Politik Islam, ms; 254

[25] Syeikh Prof Dr Yusuf Qaradhawi, Fiqh Jihad, cet Indonesia terbitan al-mizan ms; 395

2 comments:

  1. scra umum makna jihad, juhud(tnaga), jahd(pnat), jihad ibtidai(opensif) difaie( defensif), opensif fadhu kifayah, defensif fardhu ain,..

    salah faham berlaku bahawa jihad juga ada yg bersifat defensif

    ReplyDelete
  2. jihad opensif juga ada berlaku di kalngn umat islam dahulu, iaitu apabila umat islam nak dakwah kepada orang bukan islam yang tidak tahu islam. sebenarnya islam mahu orang lain dengnar dakwah sebab zaman itu tidak ada media kecuali kena hijrah ke serata dunia untuk sebarkan islam.. sebab kesian kepada manusia yang tidak sampai dakwah kepadanya. apabila umat islam dihalang untuk menceritakan tentang islam disinilah berlaku peperangngan..islam bukan memaksa.. hanya mahu menyampaikan sahaja.. bukan juga seperti sebahagin orang kafir yang setengh daripada menjajah dahulu untuk sampaikan agama wallahua'lam..

    ReplyDelete